Memasuki awal tahun 2021, harga minyak mentah global mengalami kenaikan yang cepat dan fluktuasi harga minyak memiliki implikasi terhadap untung rugi naiknya batu bara di Indonesia. Kendati demikian, di masa pandemi minyak bumi perlahan-lahan kembali pulih.
Dalam gambaran global, negara Cina kehilangan 10% dari total produksinya. Menurut perkiraan analis, butuh waktu lebih dari dua minggu untuk mengembalikan output minyak, apalagi di saat pasokan listrik terbatas.
Kemudian di sisi permintaan, minyak mentah memang belum pulih secara menyeluruh. Tetapi, ekspansi ekonomi China sebagai pengimpor minyak mentah global dibarengi dengan gencarnya vaksinasi Covid-19 di banyak negara membuat si emas hitam terus melesat.
Indonesia sebagai pengimpor minyak (net oil importer) penurunan harga dan permintaan pada 2020 membuat impor yang biasanya jor-joran menjadi mengendur. Defisit neraca dagang migas yang tadinya bengkak kini mulai menyempit. Hal ini menjadikan neraca dagang secara keseluruhan mengalami surplus US$ 27 miliar tahun lalu.
Sedangkan defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) tahun lalu terjadi karena ekonomi sedang sekarat alias resesi. Selain itu, kebijakan pembatasan mobilitas publik seperti PSBB dan PPKM membuat permintaan terhadap bahan bakar menurun. Kombinasi penurunan permintaan dan penurunan harga membuat nilai impor migas Indonesia menurun drastis.
Menyiasati keadaan ini pemerintah dalam langkahnya berupaya dengan gencar menggaet para investor saat membaiknya emas hitam. Selain itu, pemerintah memanfaatkan momentum pandemi untuk memberikan insentif ke sektor mineral dan batubara (minerba), terutama batubara dengan memberi insentif berupa royalti nol persen.
Royalti nol persen tersebut hanya diberikan untuk para penambang batubara yang mau menggarap proyek hilirisasi batu bara yang memberi nilai tambah pada perekonomian.
#coal #batubara #migas #renewable #energy #gas #oil #indonesia
source:
https://sudutenergi.com/implikasi-untung-rugi-naiknya-batu-bara-di-indonesia/