Skip to main content

Jakarta, CNBC Indonesia – Meski banyak sentimen negatif yang menghantam, tetapi harga batu bara masih bertahan di dekat level tertinggi dalam nyaris satu dekade terakhir. Kinerja batu bara terbilang impresif di tahun ini, penguatannya tercatat lebih dari 51%.
Melansit data Refinitiv, harga batu bara sepanjang pekan ini melemah 0,4% ke US$ 123,5/ton. Sebelum terkoreksi, di hari Kamis (17/6/2021), batu bara berada di US$ 124,25/ton, yang merupakan level tertinggi sejak pertengahan 2011.

Baca: HARGA BATUBARA MENANJAK, BEGINI DAMPAKNYA KE EMITEN SEMEN

Kuatnya harga batu bara tak terlepas dari dinamika di pasar global. Salah satu yang masih menjadi perbincangan hangat adalah hubungan antara China dan Australia yang tak kunjung membaik.

China banyak mengimpor batu bara kokas yang digunakan untuk pembuatan baja. Namun hubungannya dengan Negeri Kanguru yang panas membuat Negeri Panda lebih memilih memboikot impor batu bara metalurgi dari India. China juga beralih ke pemasok lain seperti Amerika Serikat (AS) dan Kanada.

Meskipun China harus membayar lebih mahal, tetapi kebijakan tersebut masih berlaku sampai sekarang. China tak terima atas desakan Australia untuk mengusut tuntas asal-usul Covid-19 seolah memojokkan China sebagai biang kerok pandemi global yang terjadi sampai saat ini.

Argus melaporkan, ekspor batu bara kokas AS dan Kanada ke China naik pada kuartal pertama tahun 2021. Ekspor AS ke China naik lebih dari lima kali lipat menjadi 2,11 juta ton, sementara Kanada naik 51% menjadi 2,3 juta ton.

Sementara itu belakangan ini ramai-ramai aksi menjegal batu bara karena diklaim tak ramah lingkungan belum mampu membuat harga si batu legam terjun bebas.

Baca: HARGA BATU BARA MELONJAK CAPAI REKOR TERTINGGI, PLN YAKIN PLTU TAK TERGANGGU

Setelah negara-negara kaya yang tergabung dalam G7, kini giliran China sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia yang beraksi. China berupaya untuk mengurangi emisi karbon. Salah satunya dengan cara membatalkan investasi kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara luar negeri.

“Jumlah kapasitas yang dibatalkan sejak 2017 adalah 4,5 kali lebih tinggi dari jumlah yang masuk ke konstruksi selama periode tersebut,” tulis Reuters berdasarkan riset Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (Crea).

Crea mengatakan sejak 2016, 10 bank teratas yang terlibat dalam pembiayaan batu bara global adalah orang China. Sekitar 12% dari semua pembangkit listrik batu bara yang beroperasi di luar China dapat dikaitkan dengan bank, utilitas, produsen peralatan, dan perusahaan konstruksi China.

Tetapi meskipun 80 gigawatt kapasitas yang didukung China masih dalam proses, banyak proyek dapat menghadapi kemunduran lebih lanjut. Laporan itu mengklaim hal tersebut akibat perlawanan publik yang meningkat dan pembiayaan menjadi lebih sulit.

China memang sedang menyusun kebijakan yang memungkinkannya membawa emisi gas rumah kaca dari puncaknya di 2030 dan menjadi netral karbon pada tahun 2060. Xi Jinping pada April sempat mengatakan akan mulai memotong konsumsi batu bara hingga 2026.

Bagaimanapun juga peralihan dari batu bara ke energi yang lebih ramah lingkungan bukan persoalan mudah. Bagi negara-negara barat seperti AS dan Eropa memang konsumsinya terus menurun.

Namun bagi negara-negara di kawasan Asia terutama negara berkembangnya batu bara masih menjadi salah satu bahan bakar yang lebih terjangkau. Beralih dari batu bara ke energi alternatif yang lebih sustainable butuh waktu dan investasi yang besar.

Dalam kondisi krisis seperti sekarang ini banyak negara yang memanfaatkan momentum untuk mereformasi kebijakan energinya. Namun tetap saja pasar batu bara di kawasan Asia Pasifik tetap kuat didukung dengan kenaikan permintaan negara-negara konsumen seperti China, Jepang dan Korea Selatan.

 

#coal #batubara #migas #renewable #energy #gas #oil #indonesia

source:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20210620092405-17-254454/batu-bara-membara-sepanjang-tahun-ini-meroket-50-lebih

Leave a Reply